UNSUR SENGAJA DALAN KUHP
Perumusan Unsur Sengaja dalam KUHP
M.v.T. memuat suatu asas yang mengatakan antara lain, bahwa “unsur-unsur delik yang terletak dibelakang perkataan opzettelijk (dengan sengaja) dikuasai atau diliputi olehnya”.
Oleh karena itu pembentuk undang-undang menetapkan dengan seksama dimana letak perkataan “opzettelijk” itu. (bacalah ps. 151 dan 152 dan bandingkan letak perkataan sengaja dalam kedua pasal tersebut). Unsur yang terletak di muka perkataan “opzettelijk” disebut “diobjektip-kan” (geobjektiveerd), artinya dilepaskan dari kekuasaan kesengajaan.
Jadi tidak perlu dibuktikan bahwa kesengajaan sipelaku ditujukan kepada hal tersebut, seperti halnya ps. 152. Lihat ps. 303 KUHP. Kesengajaan disini harus ditujukan kepada hal-hal apa saja ??? Pecahkanlah sendiri !!!
Dalam hal itu asas yang dianut M.v.T. itu tidak berlaku untuk semua delik. Ada pengecualiannya. Lihat ps. 187 KUHP. Di sini ada keadaan-keadaan, yang disebut di belakang perkataan sengaja, diobjektipkan, sehingga tak perlu dibuktian bahwa kesengajaan pelaku ditujukan kepada hal tersebut yang diobjektipkan, artinya yang tidak perlu ditanyakan apakah sipelaku mengetahui atau menghendakinya, ialah “dapat terjadinya bahaya umum atau bahaya maut tersebut”.
Demikianlah teknik perundang-undangan yang diikuti oleh KUHP dalam teks Belanda. Yang menjadi masalah ialah apabila kita menghadapi KUHP dalam teks Bahasa Indonesia, yang sebenarnya bukan teks resmi. Tata bahasa kedua bahasa itu tidak sama, oleh karena itu teknik perundang-undangan dalam menyusun kalimat tentunya tidak dapat atau tidak perlu mengikuti KUHP sepenuhnya.
Menghadapi teks terjemahan yang diusahakan oleh beberapa penulis sekarang ini tidak ada jalan lain bagi pelaksana hukum misalnya hakim, untu melihat teks aslinya ialah teks Bahasa Belanda dan mendasarkan penafsiran pada teks tersebut.
Pada delik-delik yang memuat unsur-unsur “met het oogmerk om ........ (dengan tujuan untuk), misalnya pada delik pencurian (ps. 362), pemalsuan surat (ps. 263), ialah yang disebut “Tendenz-delikte” atau Absicht-delikte”, ada pendapat bahwa unsur tersebut bukannya unsur kesengajaan, melainkan unsur melawan hukum subjektif. Unsur ini memberi.sifat atau arah dari perbuatan yang dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan.
Pada delik-delik yang memuat unsur-unsur ”met het oogmerk om..............(dengan tujuan untuk.........), misalnya dalam delik pencurian (pasal 362), pemalsuan surat (pasal 263), ialah apa yang disebut “Tendenz-delikte” atau “Absicht-delikte”, ada pendapat bahwa unsur tersebut bukannya unsur kesengajaan, melainkan unsur melawan hukum yang subjektif. Unsur ini memberi sifat atau arah dari perbuatan yang dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan.
Kata “dan”
Dalam KUHP (teks Belanda), dalam merumuskan sesuatu delik, terdapat bentuk rumusan:
Pasal 333: Hij die opzettelijk iemand wederrechtelijk van devrijhiid berooft of berooft houdt..............
Dalam pasal ini jelas bahwa kesengajaan meliputi melawan hukumnya perbuatan dengan perkatan lain pelaku harus tahu, bahwa perbuatan yang dilakukan itu bertentangan dengan hukum, disamping ia berbuat dengan sengaja.
Apabila ia dengan iktikad baik (te goeder trouw) mengira, bahwa ia dalam keadaan tertentu boleh merampas kemerdekaan seseorang, maka ia tak dapat dipidana. Disini ada kesesatan yang bisa membebaskan.
Pasal 406: Hij die opzettelijk en wederrechitelijk enig goed dat geheel of ten deele aan een onder toebe hoort, vernielt, beschadigt, onbruik baar maakt of wegmaakt, wordt.....................
Dalam rumusan (dalam bahasa Belanda) yang demikian ini menjadi persoalan apakah sifat melawan hukumnya perbuatan juga harus diliputi oleh kesengajaan. Mengenai hal ini terdapat tiga pandangan:
Perkataan “en” (dan) menunjukkan kedudukan yang sejajar :
Kesengajaan pelaku tidak perlu ditujukan kepada sifat melawan hukumnya perbuatan, dengan perkataan lain sifat melawan hukum ini diobjektipkan. Sipelaku tidak perlu tahu bahwa perbuatannya melawan hukum.
Contoh pasal 406 : Seorang pekerja yang mendapat perintah dari pemilik rumah untuk membongkar rumahnya, tetapi sebelum melaksanakan perintah tersebut, tanpa diketahui olehnya rumah itu ganti pemilik. Ia terus saja membongkar. Ia merusak dengan sengaja dan dengan melawan hukum. Ia dapat dipidana.
Perkataan “en” (dan) tidak ada artinya : Semua delik yang menurut unsur “sengaja melawan hukum” dapat dibaca “sengaja dan melawan hukum”, yang berarti dua hal yang terpisah dan tidak berpengaruh satu sama lain, meskipun tidak ada perkataan “en” (dan) tersebut : Dalam hukum, pendapat ini diragukan.
Perkataan “en” (dan) tidak ada artinya : Berbeda dengan pendapat ke 2 tersebut, pendapat ini justru mengartikan sengaja dan melawan hukum “sebagai” sengaja melawan hukum. Jadi meskipun ada perkataan dan, kesengajaan sipelaku harus ditujukan kepada melawan hukumnya perbuatan, sesuai dengan asas, bahwa semua unsur yang terletak di belakang perkataan sengaja dikuasai olehnya.
Jadi menurut pendapat ini dalam contoh tersebut di atas, si-pekerja tidak dapat dipidana karena ia sama sekali tidak mengetahui sifat melawan hukumya perbuatan yang ia lakukan.
M.v.T. memuat suatu asas yang mengatakan antara lain, bahwa “unsur-unsur delik yang terletak dibelakang perkataan opzettelijk (dengan sengaja) dikuasai atau diliputi olehnya”.
Oleh karena itu pembentuk undang-undang menetapkan dengan seksama dimana letak perkataan “opzettelijk” itu. (bacalah ps. 151 dan 152 dan bandingkan letak perkataan sengaja dalam kedua pasal tersebut). Unsur yang terletak di muka perkataan “opzettelijk” disebut “diobjektip-kan” (geobjektiveerd), artinya dilepaskan dari kekuasaan kesengajaan.
Jadi tidak perlu dibuktikan bahwa kesengajaan sipelaku ditujukan kepada hal tersebut, seperti halnya ps. 152. Lihat ps. 303 KUHP. Kesengajaan disini harus ditujukan kepada hal-hal apa saja ??? Pecahkanlah sendiri !!!
Dalam hal itu asas yang dianut M.v.T. itu tidak berlaku untuk semua delik. Ada pengecualiannya. Lihat ps. 187 KUHP. Di sini ada keadaan-keadaan, yang disebut di belakang perkataan sengaja, diobjektipkan, sehingga tak perlu dibuktian bahwa kesengajaan pelaku ditujukan kepada hal tersebut yang diobjektipkan, artinya yang tidak perlu ditanyakan apakah sipelaku mengetahui atau menghendakinya, ialah “dapat terjadinya bahaya umum atau bahaya maut tersebut”.
Demikianlah teknik perundang-undangan yang diikuti oleh KUHP dalam teks Belanda. Yang menjadi masalah ialah apabila kita menghadapi KUHP dalam teks Bahasa Indonesia, yang sebenarnya bukan teks resmi. Tata bahasa kedua bahasa itu tidak sama, oleh karena itu teknik perundang-undangan dalam menyusun kalimat tentunya tidak dapat atau tidak perlu mengikuti KUHP sepenuhnya.
Menghadapi teks terjemahan yang diusahakan oleh beberapa penulis sekarang ini tidak ada jalan lain bagi pelaksana hukum misalnya hakim, untu melihat teks aslinya ialah teks Bahasa Belanda dan mendasarkan penafsiran pada teks tersebut.
Pada delik-delik yang memuat unsur-unsur “met het oogmerk om ........ (dengan tujuan untuk), misalnya pada delik pencurian (ps. 362), pemalsuan surat (ps. 263), ialah yang disebut “Tendenz-delikte” atau Absicht-delikte”, ada pendapat bahwa unsur tersebut bukannya unsur kesengajaan, melainkan unsur melawan hukum subjektif. Unsur ini memberi.sifat atau arah dari perbuatan yang dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan.
Pada delik-delik yang memuat unsur-unsur ”met het oogmerk om..............(dengan tujuan untuk.........), misalnya dalam delik pencurian (pasal 362), pemalsuan surat (pasal 263), ialah apa yang disebut “Tendenz-delikte” atau “Absicht-delikte”, ada pendapat bahwa unsur tersebut bukannya unsur kesengajaan, melainkan unsur melawan hukum yang subjektif. Unsur ini memberi sifat atau arah dari perbuatan yang dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan.
Kata “dan”
Dalam KUHP (teks Belanda), dalam merumuskan sesuatu delik, terdapat bentuk rumusan:
- Sengaja tanpa ada rumusan unsur melawan hukum (wederrechtelijk)
- Sengaja melawan hukum (wederrechtelijk) tanpa kata dan
- Meyisipkan kata “dan” diantara perkataan “sengaja” dan perkataan “melawan hukum”, jadi merumuskan sebagai “sengaja dan melawan hukum” (opzettelijk en wederrechtelijk).
Pasal 333: Hij die opzettelijk iemand wederrechtelijk van devrijhiid berooft of berooft houdt..............
Dalam pasal ini jelas bahwa kesengajaan meliputi melawan hukumnya perbuatan dengan perkatan lain pelaku harus tahu, bahwa perbuatan yang dilakukan itu bertentangan dengan hukum, disamping ia berbuat dengan sengaja.
Apabila ia dengan iktikad baik (te goeder trouw) mengira, bahwa ia dalam keadaan tertentu boleh merampas kemerdekaan seseorang, maka ia tak dapat dipidana. Disini ada kesesatan yang bisa membebaskan.
Pasal 406: Hij die opzettelijk en wederrechitelijk enig goed dat geheel of ten deele aan een onder toebe hoort, vernielt, beschadigt, onbruik baar maakt of wegmaakt, wordt.....................
Dalam rumusan (dalam bahasa Belanda) yang demikian ini menjadi persoalan apakah sifat melawan hukumnya perbuatan juga harus diliputi oleh kesengajaan. Mengenai hal ini terdapat tiga pandangan:
Perkataan “en” (dan) menunjukkan kedudukan yang sejajar :
Kesengajaan pelaku tidak perlu ditujukan kepada sifat melawan hukumnya perbuatan, dengan perkataan lain sifat melawan hukum ini diobjektipkan. Sipelaku tidak perlu tahu bahwa perbuatannya melawan hukum.
Contoh pasal 406 : Seorang pekerja yang mendapat perintah dari pemilik rumah untuk membongkar rumahnya, tetapi sebelum melaksanakan perintah tersebut, tanpa diketahui olehnya rumah itu ganti pemilik. Ia terus saja membongkar. Ia merusak dengan sengaja dan dengan melawan hukum. Ia dapat dipidana.
Perkataan “en” (dan) tidak ada artinya : Semua delik yang menurut unsur “sengaja melawan hukum” dapat dibaca “sengaja dan melawan hukum”, yang berarti dua hal yang terpisah dan tidak berpengaruh satu sama lain, meskipun tidak ada perkataan “en” (dan) tersebut : Dalam hukum, pendapat ini diragukan.
Perkataan “en” (dan) tidak ada artinya : Berbeda dengan pendapat ke 2 tersebut, pendapat ini justru mengartikan sengaja dan melawan hukum “sebagai” sengaja melawan hukum. Jadi meskipun ada perkataan dan, kesengajaan sipelaku harus ditujukan kepada melawan hukumnya perbuatan, sesuai dengan asas, bahwa semua unsur yang terletak di belakang perkataan sengaja dikuasai olehnya.
Jadi menurut pendapat ini dalam contoh tersebut di atas, si-pekerja tidak dapat dipidana karena ia sama sekali tidak mengetahui sifat melawan hukumya perbuatan yang ia lakukan.