Dari satu titik pandang yang objektif, kondisi untuk sebuah sosialisme dunia telah hadir selama beberapa dasawarsa. Namun, faktor menentukan yang memungkinkan kapitalisme untuk mengatasi separuh dari kontadiksi-kontradiksi internalnya adalah perkembangan dari pasar dunia.
Kebalikan yang paling kontras dari kekacauan perekonomian pada masa-masa di antara dua Perang Dunia ketika intensifikasi dari persaingan nasional memunculkan dirinya melalui perlombaan devaluasi dan perang dagang yang membawa kita pada pencekikan kekuatan produktif di antara dua kekuatan, kepemilikan pribadi dan negara-bangsa. Sebagai akibatnya, masa-masa antar perang adalah masa-masa krisis, revolusi dan kontra-revolusi, yang berpuncak pada pembantaian imperialistik baru di tahun 1939-45.
Para pemilik modal kini tidak lagi tertarik untuk menanam modalnya dalam aktivitas produksi. Almarhum Akio Morita, kepala Sony Corporation, berulangkali mengingatkan di tahun 1980-an bahwa sistem kapitalis telah terjerumus ke dalam bahaya dengan kecenderungan untuk bergerak dari industri produktif ke jasa. Sejak 1950-an,
Amerika Serikat telah kehilangan lebih dari separuh lapangan kerja di bidang industri manufaktur, sementara tiga perempat dari seluruh lapangan kerja berorientasi ke sektor jasa. Kecenderungan yang sama hadir pula di Inggris, yang kini mengalami degradasi ke divisi tiga dalam liga kompetisi kekuatan kapitalis dunia.
Bukannya menciptakan pekerjaan dan meningkatkan kekayaan masyarakat, para monopolis besar kini mengabdikan segunung sumberdaya dalam spekulasi di pasar uang, mengorganisir pencaplokan perusahaan-perusahaan, dan segala macam aktivitas parasitis lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa "Para pebisnis telah menjadi sangat takjub dengan permainan pasar valuta. Mereka telah menemukan bahwa mereka dapat menciptakan keuntungan cepat tanpa perlu menanamkan uang itu dalam bisnis yang produktif. Bahkan beberapa industri telah berpaling kepada kerajaan bursa efek.
Orang-orang yang menghabiskan hidup mereka membungkuk di depan monitor yang menunjukkan transaksi saham paling mutakhir hidup sendirian saja di dunia. Mereka tidak punya kesetiaan. Mereka tidak membuat produk apapun.
Lain halnya dalam kondisi kronis yang menjangkit kulit bumi yang kita diami saat ini. Dalam makna kata yang paling eksplisit, umat manusia saat ini berdiri di atas persimpangan. Di satu pihak, semua potensi untuk membangun surga di dunia telah kita miliki. Di pihak lain, unsur-unsur barbarisme mengancam untuk menelan seluruh planet ini. Sebagai tambahan beban, kita tengah diancam juga oleh kerusakan lingkungan.
Bahkan para ilmuwan yang tidak menganut sosialisme telah terdorong menuju kesimpulan (sepenuhnya logis, jika seseorang mau berhenti sejenak untuk berpikir) bahwa satu-satunya jalan keluar adalah sejenis perekonomian dunia yang terencana. Namun, ini tidaklah dimungkinkan bila terus berdasarkan kapitalisme.
